KONSEP PENDIDIKAN DALAM SURAT ASH-SHAAFFAT (AYAT 100-102)
Oleh: Suriani
Mahasiswa Pascasarjana UIN Ar-Raniry
BAB
I
PENDAHULUAN
Kisah-kisah dalam Al-Quran sarat dengan hikmah
dan ibrah yang tidak akan habis tergali sampai kapanpun. Teladan yang abadi
dicontohkan dalam sosok-sosok yang dikisahkan dalam Alquran, salah satunya sosok
Nabiyullah Ibrahim AS. Beliau adalah adalah sosok seorang Rasul, pendidik, ayah
dan suami yang sukses mendidik keluarga dan ummat. Tak ada lagi yang meragukan
kualitas keimanan, keshalihan dan kepemimpinan nya sebagai seorang Nabi, utusan
Allah. Demikian juga dengan perannya sebagai ayah dan pendidik. Namun memang
tidak mudah untuk memahami atau mencerna konsep-konsep pendidikannya dalam
mendidik keluarga dan ummat. Kalau kita coba mentadabburi firman Allah berikut
ini:
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ
فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء
اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ -١٠٢-
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia
menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya
Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”. QS. Ashaffat:102
Konsep-konsep pendidikan Nabi Ibrahim
inilah yang akan kita coba kupas dan kita kaji untuk kita jadikan acuan dan
teladan dalam pendidikan Islam dalam mendidik generasi penerus bangsa.
BAB
II
KONSEP PENDIDIKAN DALAM SURAT ASH-SHAAFFAT
(AYAT 100-102)
A.
Sekilas Tentang Nabi Ibrahim dan Kelurganya
Menurut Ibnu Katsir nama lengkapnya adalah Ibrahim bin
tarikh bin Nahur bin Sarugh bin Raghu bin Faligh bin Abir bin Syalih bin
Arfakhsyadz bin saam bin Nuh AS. Istri
nabi Ibrahim yang pertama adalah Sarah sedang yang kedua adalah Siti Hajar.
Adapun anak anak beliau adalah Nabi Ismail dari istrinya Hajar, dan Nabi Ishaq
dari Istrinya Sarah, kemudian dari Nabi Ishaq mempunyai anak Nabi Ya’qub
kemudian Nabi Yusuf dan dari keturunan Nabi Ismail hingga Nabi kita Nabi
Muhammad saw.[1]
Nabi
Ibrahim disebutkan dalam Al-Qur’an
sebanyak 69 kali dalam 63 ayat dan menjadi nama surat ke 14 dari Al-Qur’an.[2] Ayat-ayat
tersebut secara garis besar menjelaskan tentang sifat-sifat dan keutamaan Nabi
Ibrahim, Allah menguji Nabi Ibrahim, dakwah Nabi Ibrahim dan membangun ka’bah, Nabi
Ibrahim menunaikan ibadah haji, Nabi Ibrahim kekasih Allah, turunnya azab
kepada kepada kaum Nabi Ibrahim dan hijrah Nabi Ibrahim ke Sham. Juga
menjelaskan tentang kehidupan kekeluargaan Nabi Ibrahim bersama Siti Hajar dan
Ismail as, mimpi menghidupkan orang mati, dan berdebat dengan raja Namrud.
Interaksi dengan ayahnya, berisi tentang dakwah kepada ayahnya, kekufuran ayah
Nabi Ibrahim dan permohonan ampun Ibrahim untuk ayahnya.[3]
Penjelasan
lainnya berisi tentang perdebatan Ibrahim dengan kaumnya, Ibrahim memisahkan
diri dengan kaumnya, ancaman Ibrahim kepada berhala kaumnya, dilempar dan
selamat dari api, dan berita gembira tentang Ishak dan Ya’kub, serta mimpi
Ibrahim menyembelih Ismail. Sedangkan
nama Ismail di sebut sebanyak 12 kali dalam 12 ayat. Di antara kisah yang
paling mengharukan dari perjalanan Nabi ibrahim yang disebutkan Al-Qur’an
adalah sikap terhadap anaknya dan sikap anaknya terhadap dirinya.
B.
Kisah Nabi Ibrahim Dan Ismail Dalam Surat As-Shaffat Ayat 100-107
Secara kronologis, kisah kehidupan
Nabi Ibrahim yang tidak mengenal putus asa
untuk mendapatkan seorang anak digambarkan
oleh Allah dengan penuh kesabaran. Allah memenuhi janjiNya kepada orang-orang
yang dikasihiNya melalui doa. Tidak ada yang tidak mungkin bagiNya, kendatipun
umur nabi Ibrahim ketika itu berusia 86 tahun. Usia yang sangat senja dalam sejarah produktif dan sangat
mustahil untuk memperoleh keturunan.[4]
Ketika permohonannya dikabulkan dan belum puas kegembiraan bersama anaknya,
Allah memerintahkan pula untuk menyembelihnya. Usia Ismail saat itu 13 tahun
menurut al-Farra’, sedangkan menurut Ibnu Abbas menginjak usia pubertas,[5]
atau menginjak remaja. Bagaimana perasaan Nabi Ibrahim terhadap anak yang
dicintainya. Mungkin andaikan kita mendapat perintah seperti itu, akan mati
oleh kesedihannya sendiri.[6]
Namun
Nabi Ibrahim seorang Rasul yang tidak mengenal kehidupan kecuali dalam
ridhaNya. Ujian berat dan panjang menunjukkan keimanan, kesabarannya dan
penyerahan diri secara total kepada Allah. Begitu pula anaknya, Ismail tatkala
di panggil oleh ayahnya dengan mesra: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu”, sang anak menjawab dengan penuh hormat:“Hai
ayahku laksanakan apa saja yang diperintahkan kepadamu, engkau akan mendapatiku
insya Allah termasuk orang orang yang sabar”.
Menurut
Muqatil, mimpi Ibrahim menyembelih Ismail selama 3 malam berturut-turut. Dan
wahyu Allah biasanya datang kepada para rasul dalam keadaan terjaga dan tidur,
karena pada dasarnya yang tidur fisiknya, sedangkan hatinya tidak.[7]
Al-Qur’an secara nyata mengisahkan hal tersebut:
رَبِّ
هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ -١٠٠- فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ -١٠١- فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ
فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء
اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ -١٠٢- فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ -١٠٣-
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ -١٠٤- قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ
نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ -١٠٥- إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاء الْمُبِينُ -١٠٦- وَفَدَيْنَاهُ
بِذِبْحٍ عَظِيمٍ -١٠٧-
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk
orang-orang yang saleh.(!00) Maka Kami
beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.(101) Maka tatkala
anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".(102)
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).(103) Dan Kami
panggillah dia: "Hai Ibrahim,(104) Sesungguhnya kamu telah membenarkan
mimpi itu, Sesungguhnya demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik. .(105) Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.(106)
dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.[8]
(107)
C.
Penafsiran Surat As-Shaffat Ayat 100-107
a.
Ayat 100-101
رَبِّ
هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ -١٠٠- فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ -١٠١-
100“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku
(seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.101. Maka Kami beri Dia
khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar”.
Didalam tafsir Al-Mishbah dijelaskan bahwa, Nabi Ibrahim ketika itu
berada di Ur, negeri Kaldania memutuskan untuk berhijrah agar dapat menjalankan
misinya dengan baik. Dan ia berkata kepada beberapa orang kepercayaan
bahkan mengumumkan tekadnya di hadapan masyarakat umum bahwa:”Sesungguhnya
aku akan pergi menuju kesatu tempat di mana aku dapat leluasa mengabdi
kepada Tuhanku tanpa diganggu oleh siapapun, dan Dia akan menunjukiku
jalan yang terbaik”. Karena ketika itu beliau tidak menemukan seorangpun yang
dapat menggantikannya sebagai penerus, maka beliau berdoa tanpa menggunakan
panggilan “Ya/wahai” untuk mengisyaratkan kedekatan beliau kepada
Allah:”Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk
kelompok orang-orang yang shaleh. Maka Kami memberinya kabar gembira
bahwa dia akan dianugerahi dengan seorang anak yang amat penyantun. [9]
Kata ghulam adalah
seorang pemuda yang telah tumbuh memanjang kumisnya. Biasanya yang mencapai
usia tersebut telah tumbuh pesat pula nafsu seksualnya, karena itu nafsu
seksual dinamai juga ghulmah.[10]
Kata halim,
mempunyai tiga makna dasar, yaitu tidak tergesa-gesa, lubang karena
kerusakan serta mimpi. Bagi manusia, tidak tergesa-gesa lahir dari
ketidaktahuan seseorang atau keraguannya, ketika itu ia tidak dapat dinamai halim,
walaupun ia tidak tergesa.[11]
Dengan demikian
dapat dipahami bahwa kabar gembira yang disampaikan itu mengandung isyarat
bahwa anak tersebut adalah seorang anak lelaki, dari kata ghulam. Dan
sudah mencapai usia dewasa, dipahami dari sifatnya sebagai seorang yang halim/penyantun,
karena seorang yang belum dewasa, tidak dapat menyandang sifat tersebut.
b.
Ayat 102
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ
فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء
اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ -١٠٢-
102.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab:
"Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah
kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
Allah telah menepati janjiNya kepada Nabi Ibrahim tentang perolehan
anak. Demikian hingga anak tersebut lahir dan tumbuh menjadi remaja. Maka
tatkala ia telah mencapai usia yang menjadikan ia mampu berusaha bersamanya,
maka Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu, dan engkau tentu tahu bahwa mimpi para nabi adalah
wahyu ilahi. Maka fikirkanlah apa pendapatmu, sang anak menjawab dengan
penuh hormat: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu,
insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".[12]
Ayat di atas menggunakan bentuk kata kerja mudhari’ pada kata-kata أرَي danأذْبَحُكَ , Begitu juga pada kata تُؤْمَرُ . Ini mengisyaratkan apa yang beliau lihat
itu seakan-akan masih terlihat hingga saat penyampaiannya itu. Sedangkan kata penyembelihan
untuk mengisyaratkan bahwa perintah
Allah yang dikandung mimpi tersebut belum selesai dilaksanakan. Karena itu pula
jawaban anak menggunakan kata kerja masa kini juga untuk mengisyaratkan bahwa
ia siap.[13]
Ucapan anak:“Engkau akan mendapatiku isya Allah termasuk para
penyabar, dengan mengaitkan kesabarannya dengan kehendak Allah, menunjukkan
betapa tinggi akhlak dan sopan santun kepada Allah dan orangtuanya.
c.
Ayat 103-107
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ
لِلْجَبِينِ -١٠٣- وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ -١٠٤- قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا
إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ -١٠٥- إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاء الْمُبِينُ
-١٠٦- وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ -١٠٧-
103.”Maka tatkala keduanya telah berserah diri
dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran
keduanya ).104. dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
105.
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.106. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata.107. dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar”.
Ayat yang lalu
menguraikan kesediaan anak untuk disembelih atas perintah Allah. Maka tanpa
ragu tatkala keduanya telah berserah diri secara penuh dan tulus kepada
Allah dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, maka
ketika itu terbukti kesabaran keduanya.
Pisau yang begitu tajam atas kuasa Kami tidak melukai Ismail sedikitpun dan
Kami melalui Malaikat memanggilnya:”Hai Ibrahim, sungguh engkau telah
membenarkan mimpi, karena itu Kami memberimu ganjaran dengan menjadikanmu
imam dan teladan bagi orang-orang bertakwa. Sesungguhnya perintah menyembelih
anak serta kewajiban memenuhinya benar-benar suatu ujian yang nyata yang
tidak dapat dipikul kecuali manusia pilihan.[14]
Kata (تَلَّه )
yaitu tempat yang
tinggi. Ada juga yang memahami tumpukan pasir/ tanah yang keras. Maksud ayat
ini adalah membaringkan dan meletakkan pelipisnya pada tempat yang keras agar
tidak bergerak. Sedangkan kalimat (الرُّؤْيَا- صَدَّقْتَ ) yaitu telah
membenarkan mimpi itu, dan melaksanakan sesuai dengan kemampuan yang
diperintahkan Allah melalui mimpi. Boleh jadi Nabi Ibrahim hanya bermimpi
menyembelih anaknya, tanpa melihat adanya darah yang memancar, apalagi yang
menyebabkan kematian ataupun mungkin juga melihat dalam mimpinya Ismail
berlumuran darah dan itulah yang beliau lakukan tetapi perintah yang dimimpikan
itu dibatalkan Allah. Demikian Nabi Ibrahim telah melaksanakan perintah,
seandainya tidak ada panggilan untuk itu, tentu ia akan terus berupaya sehingga
terpenuhi perintahNya.[15]
Firman-Nya: (إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاء الْمُبِينُ), yaitu
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Ujian yang dimaksud disini merupakan cobaan
terhadap Nabi Ibrahim dengan mengorbankan anak satu-satunya yang sangat
disayangi dan berpuluh tahun lamanya menanti kehadirannya, oleh Allah justru
diperintahkan untuk disembelih. Yang sangat memilukan lagi Ismail harus
disembelih oleh ayahnya sendiri. Ayat berikutnya:
(وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ) Yaitu Dan Kami menembusnya dengan seekor sembelihan yang besar,
yaitu seekor kibas yang besar dan sempurna.[16]
Dengan demikian Penafsiran ayat di atas, memuat penjelasan tentang permohonan Nabi
Ibrahim untuk memperoleh anak, doa terkabul dengan anak yang amat penyabar, mimpi
Nabi Ibrahim menyembelih Ismail, Nabi Ibrahim mendialogkan mimpinya kepada
Ismail, pelaksanaan penyembelihan dan diakhiri dengan keselamatan Ismail, yang
berarti kesuksesan misi Nabi Ibrahim, sebagai Rasul yang benar-benar pilihan.
d.
Konsep Pendidikan Islam Yang Tersirat Dalam Surat As-Shaffat Ayat
100-107
Konsep berasal dari bahasa Inggris “concept” yang berarti “ide atau
gagasan yang mendasari sesuatu objek”. atau gambaran yang bersifat umum atau
abstrak dari sesuatu.[17] Dalam
kamus Bahasa Indonesia, konsep diartikan dengan (1) rancangan atau buram surat
tersebut.(2) Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit (3)
gambaran mental dari objek, proses ataupun yang ada diluar bahasa yang
digunakan untuk memahami hal- hal lain.[18]
Sedangkan Pendidikan Islam Menurut Arifin (1993:237) sebagaimana
dikutip oleh Dr. Abdullah Idi, M.Ed yaitu merealisasikan manusia muslim yang
beriman, bertaqwa, dan berilmu pengetahuan yang mampu mengabdikan dirinya
kepada sang khalik dengan sikap dan kepribadian bulat menyerahkan diri
kepadaNya dalam segala aspek kehidupan dalam rangka mencari keridhanNya.[19]
Menurut Prof. Dr Abuddin Natta, MA mengungkapkan secara sederhana pendidikan Islam
dapat diartikan sebagai pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam
sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an dan al-Hadits serta dalam pemikiran
para ulama dalam praktek sejarah umat Islam.[20]
Adapun menurut syekh Muhammad An-Naquib Al-Attas pendidikan Islam adalah usaha
yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan
tempat – tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan
sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang
tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaan.[21]
Dengan demikian konsep pendidikan Islam ialah ide atau gagasan
untuk merealisasi manusia muslim sesuai dengan pesan-pesan ilahi dalam segala
aspek kehidupan untuk mencari keridhaanNya. Dalam hal ini tergambar dalam
aktualisasi pendidikan Ibrahim dalam Surah As-Shaffat 100-107, di mulai dengan
penyerahan diri secara totalitas kepada Allah yang disertai dengan doa. Ketika
Nabi Ibrahim telah mendapat anak yang amat sabar oleh Allah diperintahkan pula
untuk disembelih. Sebuah bentuk kesabaran yang tidak hanya melibatkan pengendalian emosional, tetapi juga kematangan
spiritual (iman) yang tinggi. Bagaimana tidak sesuatu yang tidak berdasarkan
logika seorang ayah harus membunuh anaknya sendiri yang sudah bertahun lamanya
menunggu kehadirannya. Disini jelas terlihat kepatuhan dan ketaatan Nabi
Ibrahim tanpa membantah langsung melaksanakan perintah dari Allah. Sianakpun tiada membangkang dengan
sikap sopan menyerahkan diri sebagai bentuk kepatuhan dan ketaatannya kepada
orang tua untuk disembelih. Seolah-olah keduanya tidak ada beban sedikitpun
dalam menjalankan perintah Allah.
Bentuk-bentuk kepatuhan, baik yang terlihat dari sikap Nabi Ibrahim
maupun Ismail dalam menjalankan perintah Allah ini, tidak terlepas dari aspek keimanan
dan emosionalnya yang sudah tertanam dalam jiwa mereka. Disini letak konsep pendidikan yang tersirat di balik kronologis
penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim terhadap Ismail.Untuk lebih rinci
penulis akan mencoba menganalisa konsep pendidikan yang terkandung didalam surat ash-Shaaffaat, ayat
100-107 sebagai berikut;
1.
Nilai-nilai
pendidikan akidah yang bisa diimplementasikan dari keimanan Nabi Ibrahim
terhadap Nabi Ismail dan Siti Hajar kepada Allah, meskipun perintah tersebut
hanya melalui mimpi dan sangat bertentangan dengan rasional.
2.
Pendidikan
akhlak, yang terlihat dari ucapan Ismail, “insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar". Hal ini menunjukkan betapa tinggi
akhlak dan sopan santunnya kepada Allah dan orangtuanya. Tidak dapat diragukan
bahwa jauh sebelum peristiwa ini pastilah ibunya, Siti Hajar dan ayahnya,
Ibrahim telah menanamkan dalam hati dan benaknya tentang keesaan Allah. Sikap
dan ucapan Ismail ini yang direkam oleh ayat sebagai buah dari pendidikan.
3.
Pendidikan
humanisasi yaitu pendidikan memanusiakan manusia dengan patuh kepada Allah,
meskipun perintah pengorbanan itu irrasional namun keyakinan mengalahkan
fikiran. Pendidikan humanis ini berisi nilai-nilai keutamaan atau kebajikan
yang dapat mengangkat kemuliaan manusia. Dalam kontek humanisasi, Ibrahim
mengajarkan Ismail bagaimana membangun harkat dan martabat manusia di sisi
Allah. Nilai kemanusiaan ditegakkan diatas sifat-sifat luhur budaya manusia
dengan membebaskan diri dari sifat-sifat kebinatangan. Simbolisme mengorbankan
binatang dipahami sebagai upaya untuk memanusiakan manusia melalui pendidikan. Dengan
pendidikan ini menjadikan anak mampu
mengembangkan potensi dirinya dan mampu memilih dan mempertanggungjawabkan apa
yang telah dilakukan. Upaya inilah yang terlihat dalam konsep pendidikan
Ibrahim terhadap Ismail ini.
4.
Pendidikan
spiritual dan emosional yaitu kematangan spiritual yang didasarkan pada
keimanan dan ketaatan serta kepatuhan terhadap perintah Allah, disamping
kesiapan emosional yang diekspresikan dalam bentuk ketegaran dan kesiapan
mental dalam menghadapi perintah. Hal ini merupakan hasil pendidikan yang
ditanamkan Ibrahim dan ibunya Siti Hajar kepada anaknya sejak kecil.
5.
Pendidikan
karakter, yaitu sikap demokrasi Ibrahim kepada ismail menunjukkan kedewasaan
pendidik, artinya Ibrahim tidak otoriter (pemaksaan) dan diktator terhadap Ismail
ketika menyampaikan perintah untuk menyembelihnya, tetapi lebih kepada syura’.
Hal ini terjadi karena Ibrahim berusaha memahami siapa dan bagaimana
kesanggupan anak yang dihadapinya. Demokratisasi Ibrahim dalam mendidik Ismail
merupakan kearifan pendidik yang professional. Kearifan ini muncul karena
mempertimbangkan sikap mental dan kejiwaan anak didik. Dengan pertimbangan dan
kearifan dari pendidik yang professional akan mewujudkan dan yakin dengan
keberhasilannya.
6.
Pendidikan
yang berlandaskan metode dialogis, artinya Ibrahim memberitahukan Ismail
tentang mimpinya agar dapat dipahami oleh Ismail yang masih remaja. Cara berdialog
ini melatih untuk berargumentasi, ketangguhan dan keteguhan untuk patuh kepada
Allah dan orang tuanya. Begitu juga istrinya yang dengan rela memenuhi perintah
Allah biarpun putra satu-satunya yang sudah bertahun-tahun didambakan harus
siap dikorbankan. Ini merupakan keberhasilan Ibrahim dengan kecerdasan akal
tetapi lebih mendahulukan wahyu sebagai seorang suami dan bapak dalam mendidik
mereka. Sikap kepatuhan ini dapat dipahami sebagai kunci keberhasilan
pendidikan. Proses dialog ini mengandung makna filosofis yang begitu dalam
pemahamannya akan nilai dan kesadaran kedua pihak yang terlibat. Apabila
dikaitkan dengan dengan kurun waktu terjadi peristiwa kira-kira sekitar 2000
tahun SM yang lalu dan dihubungkan dengan era kekinian, sungguh kejadian
tersebut sangat konstektual dalam penerapan sampai sekarang.
7.
Pendidikan Sosial, pengorbanan yang dilakukan nabi Ibrahim mengandung nilai pendidikan
sosial, yaitu, pertama, merelakan apa yang
dicintai dikorbankan untuk kepentingan yang lebih bermanfaat. Ibrahim berhasil
membunuh berhala rasa cinta kepada anaknya demi memperoleh ridha Allah, yang
kemudian Allah mengganti kurban tersebut dengan seekor kibas. Kalau pada masa
nabi Ibrahim harus “mengorbankan Ismail” yang dicintainya, saat sekarang bentuk
“Ismail” bisa berwujud dengan harta benda, jabatan, istri, dan keluarga. Kedua, mewujudkan
kepekaan sosial terhadap kondisi sekitar. Hal ini bisa di lihat ketika Nabi
Ibrahim mau menyembelih Ismail ternyata Allah menggantinya dengan kibas. Kemudian
dagingnya dibagikan kepada sesama manusia yang membutuhkan. Sesuai dengan
firman Allah berikut ini:
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ
اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا
وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ
سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"dan telah Kami
jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh
kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu
menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat). kemudian apabila
telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang
rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang
meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu,
Mudah-mudahan kamu bersyukur". (QS. Al-Hajj: 36).
Demikian konsep pendidikan yang
tersirat dalam kisah Nabi Ibrahim dan Ismail yang bertujuan untuk memanusiakan
manusia melalui proses pendidikan. Dialog dan demokratis sebagai upaya untuk
membuka jalur informasi antara pendidik dan anak didik jelas terlihat dalam
kisah tersebut. Pendidik dapat mengukur kemampuan anak didik sehingga akan
ditemukan kesamaan persepsi tentang visi dan misi pendidikan yang dilakukan.
Bila interaksi ini terjalin dengan harmonis maka kesuksesan dalam pendidikan
akan berhasil.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan
adalah suatu proses untuk mendewasakan manusia. Atau dengan kata lain
pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Melalui pendidikan
manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sempurna, sehingga ia
dapat melaksanakan tugas sebagai manusia. Konsep pendidikan yang ditawarkan
nabi Ibrahim melalui kisahnya bersama Ismail merupakan sebuah konsep pendidikan
yang sangat sarat dengan maknanya. Di dalamnya terdapat berbagai sisipendidikan
yang di lihat dari berbagai segi sehingga mengantar anak didik kearah
pencapaian tujuan pendidikan.
Inti
dari pendidikan Ibrahim adalah pengharapan yang sangat besar akan generasi nya
kelak sebagai penerus yang akan melanjutkan perjuangannya dalam mewujudkan
generasi shaleh yang menyembah kepada Allah swt. Dengan pemantapan disegi
aqidah maka terealisir semua pelaksanaan disegi lainnya. Disini terlihat kearifan
Nabi Ibrahim sebagai pendidik yang professional yang selalu yakin dengan
keberhasilan pendidikan yang dilakukannya. Hal ini membuktikan bahwa
beliau benar-benar sebagai Rasul pilihan
yang menjadi panutan seluruh umat.
B.
Saran-saran
Penulis
telah berusaha dengan sangat maksimal dalam pembuatan makalah demi kesempurnaan
tulisan sebagai salah satu syarat ujian final. Berbagai referensi penulis
perkaya demi kwalitas sebuah makalah. Namun kesempurnaan mungkin jauh dari
harapan. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada bapak Prof Alyasa’,
andaikan dapat memberikan masukan dan saran demi kesuksesan di masa yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qurthubi,
Abi Abd Allah Muhammad bin Ahmad al-Ansari, Al-Jami’ li al-Ahkamal- Qur’an,
Beirut: Dar Fikr, 1988, vol.15
Abuddin Natta, Manajemen Pendidikan, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, Cet. 3, 2008
Cowie,
Hornby, Oxford Advanced Learners Dictionary of Current English, London:Oxford
University Press, 1974
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, Cet. I, 2005
Ibnu Kasir, Tafsir
Ibnu Katsir, (terj. M. Abdul Ghoffar), Jilid V. Pustaka Imam Syafi’I:
Jakarta,
2009
Jamaluddin dan
Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka
Setia, 1999
Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan (10 Cara Qur’an Mendidik
Anak), UIN-Malang Press: Malang, Cet.I, 2008
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Lentera Hati: Jakarta,
Cet. IV, 2006
Syeikh Muhammad Ghazali, Tafsir Tematik Dalam Al-Qur’an,
Gaya Media Pratama: Jakarta Cet.I, 2004
Syekh
Muhammad An-Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Jakarta:Mizan, 1984
Tim
Penyusun Kamus, Kamus Bahasa Indonesia, Depdikbud, Jakarta: Balai
Pustaka, Edisi II, 1995
Yuni
Setia Ningsih, Birrul Awlad Vs Birrul Walidain Upaya Pendidikan Emosional
Anak Dalam Keluarga, B. Aceh: Ar-Raniry Press, Cet. I, 2007
[1] Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Katsir, (terj. M. Abdul Ghoffar),
Jilid V. Pustaka imam Syafi’I, Jakarta,
2009, hal. 27
Malang Press, Malang, Cet.I, 2008, hal.
99-100
[4] Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Katsir, (terj. M. Abdul Ghoffar),
Jilid V. Pustaka imam Syafi’I, Jakarta,
2009, hal. 274
Malang Press, Malang,
Cet.I, 2008, hal.103
[6] Syeikh
Muhammad Ghazali, Tafsir Tematik Dalam Al-Qur’an, Gaya Media pratama,
Jakarta Cet.I, 2004, hal. 424
[7] Al-Qurthubi,
Abi Abd Allah Muhammad bin Ahmad al-Ansari, al-Jami’ li al-Ahkam al-Qur’an,
Beirut, Dar Fikr, 1988, vol 15, hal 102
[8] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Lentera Hati, Jakarta,
Cet. IV, 2006, hal. 60
[9] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, hal. 61
[10] Ibid, hal. 61
[11] Ibid, hal. 61-62
[14] Ibid, hal. 64
[15] Ibid, hal. 64
[16] Ibid, hal. 66
[17] Cowie, Hornby, Oxford Advanced Learners
Dictionary of Current English, London:Oxford University Press, 1974, hal
270
[18] Tim Penyusun
Kamus, Kamus Bahasa Indonesia, Depdikbud, Jakarta, Balai Pustaka, Edisi
II, 1995, hal. 520
[19] H. Jamaluddin dan Abdullah
Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung, CV. Pustaka Setia, 1999, hal. 9-10
[20] Abuddin Natta, Manajemen Pendidikan, Jakarta,
Kencana Prenada Media Group, Cet. 3, 2008, hal. 173
Izin copas ya ibu.. saya masukan ke blog saya.. tulisanya bagus..
BalasHapusAssalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ...
BalasHapusSaya hanya mau mengucapkan terimakasih kepada pemilik blog ini atas segala isi yang ada dalam blog ini, Ayat Al-Qur'an dan Hadist yang sudah disediakan. Sangat-sangat berguna dan bermanfaat bagi saya sendiri sebagai internet explorer..
Saya juga meminta izin untuk mengcopy untuk digunakan sebagaimana mestinya..
semoga pemilik blog ini diberikan selalu kesehatan, dipanjangkan rezekinya, dipanjangkan umurnya, diampuni segala dosa-dosanya serta selalu dalam lindungan ALLAH SWT..
Aamiin....
Sekian, saya ucapkan terimakasih...
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ...
izin copas buat tugas makalah
BalasHapusIbu nyuwun redhonya , izin copas nggeh bu
BalasHapus