Selasa, 07 Mei 2013

NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM SURAT LUKMAN AYAT 13 DAN ASH-SHAFFAT AYAT 102

Oleh: M. Safdy
Mahasiswa S2 Supervisi Pendidikan Islam


BAB I
PENDAHULUAN

            Allah SWT telah menurunkan kitab suci al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya sampai akhir zaman. Keberadaan al-Qur’an tak terbatas oleh ruang dan waktu. Ketidakterbatasannya inilah menjadi suatu kunci kemukjizatan al-Qur’an.
Sisi kemukjizatan al-Qur’an juga terlihat pada ayat-ayat yang berhubungan dengan pendidikan. Pendidikan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia, secara universal “terlukis” jelas dalam isi kandungan al-Qur’an. Kandungan nilai-nilai pendidikan ini hanya dapat diketahui oleh sebagian dari manusia yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai.
Adapun diantara ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung nilai-nilai pendidikan tersebut adalah tertera dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 13 dan Ash-Shaffat ayat 102. Di dalam ayat tersebut mengisahkan tentang konsep dialogis antara seorang ayah dengan putranya dalam memberikan pelajaran.
            Pada makalah ini akan dibahas tentang penafsiran al-Qur’an dari berbagai metode pada beberapa waktu yang lalu. Diantaranya ialah tafsir fi zhilalil Qur’an Sayid Qutub, tafsir tematik Muhammad al-Ghazali, tafsir an-Nuur Hasby Ash-Shiddieqy dan tafsir al-Mishbah M. Quraish Shihab.
            Dalam penyajian penafsiran ini, penulis memadukan dengan penafsiran yang dikorelasikan dengan konsep pendidikan pada masa kini. Hal ini mengingat kondisi zaman yang berubah drastis dan sosiokultural masyarakat yang cenderung cepat berubah. Penafsiran al-Qur’an tidak boleh kalah cepat dengan perkembangan dunia pendidikan.
            Dengan demikian, penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan pendidikan, dapat memberikan solusi dan kontribusi yang baik dalam perkembangan dunia pendidikan. Upaya ini kian terus berlanjut dan berkembang, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan khazanah sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut. Konon lagi dalam hal pendidikan seorang anak, yang hidupnya memiliki pandangan jauh ke depan dari dunia kekinian.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Penafsiran QS. Luqman Ayat 13

Description: http://www.alquran-indonesia.com/images/alquran/s031/a013.png
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Ada beberapa kitab tafsir yang memberi penafsiran al-Qur’an surat Luqman ayat 13. Diantaranya ialah tafsir fi zhilalil Qur’an Sayid Quthb menafsirkan bahwa pengarahan Luqman terhadap anaknya dengan nasihat tersebut mengandung hikmah kebijaksanaan. Nasihat tersebut tidak mengandung tuduhan, akan tetapi mengandung persoalan ketauhidan. [1]
Kebijaksanaan orang tua (ayah) terhadap anaknya menjadi sebuah keteladanan ketika seorang anak telah dewasa. Persoalan ketauhidan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang anak sebelum ia mengetahui hal perkara lainnya. Sebagai orang tua wajib menanamkan nilai ketauhidan (keesaan) Allah dengan benar kepada anaknya.
Dalam Tafsir Tematik Muhammad Ghazali menjelaskan bahwa pesan (wasiat) diteruskan berkenaan dengan sikap kepada kedua orang tua, karena kedua orang tua merupakan jalan bagi keberadaan manusia. [2]
Seorang anak sejatinya membalas budi baik orang tua yang telah melahirkan dan mengasuhnya hingga beranjak dewasa. Meskipun kasih dan sayang orang tua tak sanggup dibalas dengan apapun, setidaknya kita tidak pernah menyakiti hati keduanya.  
Dalam Tafsir an-Nuur Hasby Ash-Shiddieqy menafsirkan bahwa kedudukan (fungsi) ayah adalah memberi pelajaran kepada anak-anaknya dan menunjuki mereka kepada kebenaran dan menjauhkan mereka dari kebinasaan. [3] Sebab seorang ayah bertanggung jawab dalam kehidupan anaknya.
Sedangkan dalam Tafsir al-Mishbah M. Quraish Shihab menekankan tentang metode pendidikan yang penuh kasih sayang orang tua kepada anaknya, bukan dengan membentak. [4] Agaknya hal semacam ini kurang diperhatikan oleh orang tua pada zaman sekarang.
Luqman adalah seorang manusia pilihan yang namanya dikisahkan dalam al-Qur’an. Kisah yang diabadikan adalah mengenai pendidikan yang diberikan oleh Luqman kepada anaknya. Dalam masalah ini kita tidak mengkaji tentang siapa Luqman, dimana ia tinggal, atau apa latar belakang keilmuannya. Namun yang ingin kita petik dari kisah Luqman adalah mencakup substansi makna pendidikan yang dilakukannya dan interpretasi yang sesuai untuk masa kehidupan dunia kekinian.
Metode Luqmanul Hakim dengan anaknya ini dinisbatkan oleh ulama ilmu jiwa modern dengan “metode pendidikan dengan nasehat”. Metode ini harus diiringi dengan metode “pendidikan dengan teladan”. Keteladanan yang baik merupakan satu-satunya sarana untuk mewujudkan tujuan nasehat yang dimaksud. Jika seandainya Luqman tidak mempunyai teladan yang baik, maka nasehat tidak akan membekas kepada anaknya dalam jangka waktu yang lama. [5]
Hendaknya orang tua menjadi teladan (uswah) dalam kehidupan anaknya. Hidupkan nilai-nilai agama pada diri, keluarga dan lingkungan tempat si anak dibesarkan. Jangan hanya menyuruh anak untuk shalat, sedangkan orangtuanya asik dengan pekerjaan. Bahkan tak jarang orang tua secara tidak sengaja telah mengajarkan kebohongan kepada anaknya. 
Pada ayat diatas, Luqman memberi pelajaran awal secara khusus kepada anaknya mengenai ketauhidan. Ketauhidan memiliki nilai lebih dan merupakan basic (dasar) dalam segala keilmuan. Semestinya pula pada pendidikan modern sekarang. Konsep tauhid mendapat perhatian besar oleh pelaku pendidikan. Nilai-nilai ketauhidan harus diajarkan sejak kecil dengan berbagai cara dan disesuaikan dengan tingkatan usia seorang anak. Jika hal ini dilaksanakan secara sistematis dan kontinyu, maka akan menjadi bekal paling berharga bagi seorang anak dalam kehidupan dunianya.
Panggilan Luqman kepada anaknya, “hai anakku”, mencirikan ungkapan yang indah dan tulus dari seorang ayah kepada si buah hatinya. Sebagaimana pula telah dianjurkan dalam syariat agama Islam yang menjadikan kewajiban bagi orang tua untuk memberi nama (panggilan) yang indah kepada anaknya. Karena nama juga sebagai do’a dan akan terus melekat pada diri seorang manusia.
Luqman menasehati anaknya agar tidak mempersekutukan Allah, karena hal tersebut merupakan kezaliman (dosa) yang besar. Mempersekutukan Allah disini memiliki artian yang sangat sensitif. Terkadang tanpa disadari, kemusyrikan telah ada ditengah-tengah kita. Konon lagi pada era teknologi yang semakin canggih. Esensi dari kemusyrikan kian gencar merongrong umat Islam. Tanpa ampun, segenap Muslim dari berbagai jenjang usia terlena dalam buaian indah yang terbungkus dengan kenikmatan semu.
Oleh karena itu, hendaknya orang tua dapat mendidik anaknya sesuai dengan konsep pendidikan keislaman. Setidaknya ada tiga hal pokok yang ditawarkan dalam penafsiran al-Qur’an surat Luqman ayat 13 yaitu sebagai berikut:


1.    Memanggil anak dengan panggilan yang indah dan penuh kasih sayang.
2.    Mengedepankan konsep musyawarah dalam setiap suruhan atau larangan dan menggunakan argumen yang logis dan tepat. [6]
3.    Menanamkan nilai ketauhidan (keesaan) Allah SWT yang benar kepada sang anak.

B.  Penafsiran QS. Ash-Shaffat Ayat 102
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Dalam Tafsir Tematik Muhammad Ghazali mentafsirkan bahwa Ibrahim adalah sosok seorang yang telah tua dan disuruh untuk menyembih putra satu-satunya yang paling dicintainya. Ibrahim adalah hamba yang saleh tidak akan mampu mendurhakai Allah SWT. Sehingga mimpinya yang datang dari Allah tersebut disampaikan kepada anaknya Ismail. Dan Ismail merespon agar ayahnya melaksanakan apa yang diperintah oleh Allah SWT. [7]
Disini tergambar jelas bahwa orang tua dan anaknya merupakan sosok penghuni syurga dan selalu berjihad dijalan-Nya. Meskipun ajal menjemput didepannya. Realita jihad atau pengorbanan untuk zaman ini, hendaknya diaplikasikan dengan mengarahkan anak kepada jalan yang diridhai-Nya.  
Dalam Tafsir an-Nuur Hasby Ash-Shiddieqy menjelaskan tentang doa Ibrahim agar dikarunia seorang putra. Dan Allah memberi karunia tersebut. Pada saat tiba masanya, Allah menagih janji Ibrahim untuk menyembelih putranya. Dan Ismailpun dengan suka rela menerima taqdir yang akan menimpanya itu. Pada diri Ismail memang terpancar penghayatan iman yang benar dan penyerahan diri yang sempurna, serta sabar dan rela kepada ketetapan Allah dengan sepenuh-penuhnya. [8] Dan disini Allah menguji iman keduanya sehingga mencapai derajat yang sangat mulia. 
M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menyebutkan bahwa ketinggian akhlak dan sopan santun seorang anak itu tidak terlepas dari sang ayah. Pastilah sang ayah telah menanamkan dalam hati dan benak anaknya tentang keesaan Allah dan sifat-sifat-Nya yang indah serta bagaimana seharusnya bersikap kepada-Nya. Sikap dan ucapan sang anak yang direkam oleh ayat ini adalah buah dari pendidikan tersebut. [9]
Hal ini ada kaitannya dengan QS. Luqman ayat 13 yang memberi sinyal tentang peran nasehat orang tua kepada anaknya tentang ketauhidan. Ismail bagaikan sosok lain yang menjelma dari putra Luqman atas hasil didikan tauhidnya. Sehingga disini kita menemukan korelasi yang erat antara kedua ayat tersebut.
 Menurut kajian penulis QS. Ash-Shaffat:102 memberikan keteladanan sosok seorang ayah dan seorang anak yang sangat beriman, taat dan taqwa kepada Allah SWT dan sabar dalam menghadapi cobaan. Dalam kehidupannya hanya Allah sajalah yang menjadi power dan yang maha segala-galanya. Keimanan, ketaatan, ketaqwaan dan kesabaran kesabaran Ibrahim dan putranya Ismail tersebut hendaknya menjadi spirit bagi kita dalam pendidikan anak dalam konteks kekinian.


C.  Nilai Pendidikan Dalam QS. Luqman: 13 dan Ash-Shaffat: 102
Dalam mendidik seorang anak (khususnya anak perempuan), orang tua harus memperhatikan unsur-unsur pokok agar berhasil dalam pendidikannya, yaitu: [10]
1.    Memilih pasangan hidup berdasarkan pertimbangan agama dan akhlaknya.
2.    Ibu dan bapak harus pasangan muslim.
3.    Berwawasan (pendidikan).
4.    Orang tua harus menjadi teladan yang baik dan contoh yang tepat dalam semua aspek kehidupan.
5.    Orang tua harus memiliki sifat kasih sayang, cinta kasih dan kelembutan tanpa berlebihan.
6.    Orang tua harus memiliki sifat tawadhu’, jujur dan menepati janji.
7.    Orang tua harus menjauhkan diri dari kebiasaan sering mencela, menegur dan mencari kekurangan anak.
8.    Orang tua harus mencari waktu yang tepat untuk memberi pengarahan dan menyampaikan pesan yang baik.
9.    Orang tua harus selalu mendoakan kebaikan bagi anak, bukan mendoakan keburukan.

Secara umum, dalam pendidikan anak hendaknya disediakan sarana yang tepat bersifat lunak (software) agar berhasil dan tidak sia-sia. Al-Maghribi merumuskan tiga hal utama sarana tersebut, yaitu: 
1.      Pendidikan keteladanan.
2.      Bimbingan dan nasehat.
3.      Sering bercerita (kisah) pada anak.
4.      Mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa dan kejadian.
5.      Mendidik melalui pembiasaan anak untuk melakukan kebaikan.
6.      Memanfaatkan waktu kosong dengan kebaikan.
7.      Memberi motivasi kepada anak .
8.      Balasan (hadiah) dan sanksi yang sewajarnya kepada anak. [11]

Dengan kedua rumusan konsep pendidikan diatas, orang tua dapat memberikan yang terbaik dalam kehidupan kepribadian anaknya. Hanya saja perlu pengontrolan yang lebih intensif dan komprehensif demi agar tetap istaqamah pada diri anak. Dalam hal ini, peran pemerintah juga sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang baik dan berpendidikan.
Adapun pendidikan aqidah (tauhid) merupakan hal yang paling pokok diajarkan kepada anak. Perkara ketauhidan merupakan dasar sebelum mengajarkan perkara-perkara lainnya. Disinilah letak keteladanan orang tua terhadap anaknya harus diperhatikan. Tanpa sadar, transfer value ini sedang dan akan terus terjadi pada disi si anak.
Orang tua yang baik tentu akan menanamkan nilai-nilai moral yang baik kepada anaknya. Ia akan mengusahakan berbagai cara dan meluangkan waktu yang khusus bagi pendidikan anaknya. Sebab sang anak akan menjadi penerus perjuangan hidup keturunannya kelak. Jika baik masa depan si anak, maka akan baik sejarah hidup orang tuanya. Demikian pula sebaliknya, jika suram masa depan si anak, maka gunjingan akan menimpa garis keturunan keluarganya.
Dalam tulisan ini, penulis ingin memberikan sedikit masukan kepada para pembaca. Khususnya yang telah menjadi seorang ayah atau ibu dari putra dan putrinya. Umumnya kepada stakeholder pendidikan. Utamakan perhatian pada pendidikan moral pada seorang anak.
Pendidikan moral merupakan hal yang urgen dan paling mendasar dalam kehidupan anak. Jangan samakan pola pendidikan kita yang Islami dengan pola pendidikan barat. Islam telah mengajarkan umatnya melalui Rasul dan Kitabnya. Nabi Muhammad SAW sendiri mengakui dalam sabdanya bahwa, tujuan beliau diutus ke atas muka bumi ini, adalah untuk memperbaiki akhlak (moral) manusia. (A-Hadits)
Atas semua uraian dan argumentasi di atas, marilah kita semua berperan aktif dalam pendidikan ketauhidan Islami dan moral bangsa. Sebab nasib bangsa ke depan, sangat ditentukan oleh generasi muda sekarang. Kita jangan larut pada masa lalu, tetapi berupayalah untuk meraih masa depan yang gemilang. Dengan konsep strategi baru akan menghasilkan pemikiran baru dalam menghadapi kehidupan dunia yang penuh tantangan, dan bersiap menuai kehidupan akhirat yang penuh kebahagiaan. Insya Allah.  
Namun demikian, penafsiran ini tidak mutlak keberadaanya. Bisa saja akan berubah sesuai dengan perkembangan dinamika keilmuan dan kebudayaan. Kita masih dituntut untuk berusaha membuat interpretasi rasional atau berusaha keras untuk mengungkap rahasia-rahasia dibalik pernyataan ayat-ayat dan menyimpulkannya untuk menjadi satu dasar yang utuh dengan cara mencontoh metode dialogis al-Qur’an yang universal. [12]
            Kita dapat mengaitkan dengan kondisi alam kekinian dan menjadikannya sebagai motivator utama dalam memajukan peradaban al-Qur’an dan kesesuaian dengan perkembangan umat masa kini (tajdidiyah).



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.      Dalam QS. Luqman ayat 13 mengandung pesan bahwa dalam mendidik anak, seorang ayah harus memiliki keteladanan yang baik, mengedepankan prinsip musyawarah dan penuh kasih sayang. Isi nasehat yang paling utama adalah mengenai pendidikan ketauhidan (keesaan) Allah SWT.

2.      Dalam QS. Ash-Shaffat ayat 102 mengandung pesan bahwa seorang ayah harus menanyakan (berdialog) dengan anaknya tentang kehidupan masa depan putranya. Seorang ayah memberi arahan plus-minus terhadap jalan pilihan kehidupan putranya tersebut berdasarkan perintah Allah SWT.
             
B.  Saran-saran
Islam telah memberi pandangan dan teladan pendidikan dalam kitab suci al-Qur’an. Hendaknya kita dapat meneladani sejarah pendidikan kedua sosok ayah (Luqmanul Hakim dan Ibrahim AS) yang tertera dalam al-Qur’an tersebut. Semoga kita semua menjadi muslim yang peduli terhadap pendidikan Islam kekinian.



DAFTAR PUSTAKA 

Al-Qur’anul Karim

Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak, terj. Zaenal Abidin, Jakarta: Darul Haq, 2004

Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan Di Masa Remaja, terj. Aan Wahyudin, Jakarta: Sinar Grafika, 2007

Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, terj. Segaf Abdillah Assegaf dan Miqdad Turkan, Jakarta: Lentera, 2002

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002 

Muhammad Al-Ghazali, Al-Qur’an Kitab Zaman Kita: Pengaplikasian Pesan Kitab Suci Dalam Konteks Masa Kini, terj. Masykur Hakim dan Ubaidillah, Bandung: Pustaka Mizan 2008

Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Tafsir An-Nuur, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000

Sayid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan al-Qur’an, jilid 9, terj. As’ad Yasin, dkk, Jakarta: Gema Insani Press, 2004

Syaikh Hasan Hasan Manshur, Metode Islam Dalam Mendidik Remaja, terj. Abu Fahmi Huaidi, Jakarta: Mustaqiim, 2002

Syaikh Muhammad Ghazali, Tafsir Tematik Dalam Al-Qur’an, terj. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005 



[1] Sayid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan al-Qur’an, jilid 9, terj. As’ad Yasin, dkk, Jakarta: Gema Insani Press, 2004, hal. 164

[2] Syaikh Muhammad Ghazali, Tafsir Tematik Dalam Al-Qur’an, terj. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005, hal.  385
[3] Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Tafsir An-Nuur, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000, hal. 3207

[4] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hal. 127

[5] Syaikh Hasan Hasan Manshur, Metode Islam Dalam Mendidik Remaja, terj. Abu Fahmi Huaidi, Jakarta: Mustaqiim, 2002, hal. 158
[6] Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, terj. Segaf Abdillah Assegaf dan Miqdad Turkan, Jakarta: Lentera, 2002, hal. 216

[7] Syaikh Muhammad Ghazali, Tafsir Tematik Dalam Al-Qur’an, …, hal. 424 
[8] Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir An-Nuur, …, hal. 3470

[9] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah…, hal. 63

[10] Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan Di Masa Remaja, terj Aan Wahyudin, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hal. 329-360
[11] Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak, terj. Zaenal Abidin, Jakarta: Darul Haq, 2004, hal. 367-388
[12] Muhammad Al-Ghazali, Al-Qur’an Kitab Zaman Kita: Pengaplikasian Pesan Kitab Suci Dalam Konteks Masa Kini, terj. Masykur Hakim dan Ubaidillah, Bandung: Pustaka Mizan 2008, hal. 55

2 komentar:

  1. Izin share bahannya pak?
    Oh yach dulu ngambil S2 SPI nya dmn yach pak? Apa progr beasiswa Kemenag RI? Makasih

    BalasHapus