Selasa, 07 Mei 2013

KEMUKJIZATAN AL-QUR'AN


Oleh: Zulkhairi 
Mahasiswa S2 Supervisi Pendidikan Islam

BAB  I
PENDAHULUAN

           
            Al-Qur’an adalah kitab suci sebagai sumber ajaran Islam yang pertama. Kitab yang dipandang paling suci oleh kaum muslim dan merupakan penutup kitab-kitab samawi, ia selain sebagai sumber hukum syariah, al-qur’an juga sebagai mukjizat terbesar yang diterima Rasul dan menjadi sumber bagi berbagai ilmu pengetahuan.
            Al-Qur’an merupakan suatu mukjizat abadi dan diturunkan oleh Allah kepada kaum yang memiliki tingkat intelektualitas yang melebihi umat-umat sebelumnya. Keabadian itu tampak jelas sekali dari sifatnya yang lintas waktu, yang menerobos waktu masa silam dan masa depan.
            Dengan perantara mukjizat, Allah mengingatkan manusia bahwa para rasul itu merupakan utusan yang mendapat dukungan dan bantuan dari Allah. Mukjizat yang telah diberikan kepada Rasul tersebut memainkan peranannya untuk mengatasi kepandaian  kaumnya  di samping membuktikan  bahwa  kekuasaan Allah berada di atas segala-galanya. 
            Di lain sisi ada perbedaan paham-paham yang muncul di kalangan Muktazilah dan Syia’ah,   dalam memahami kemukjizatan Al-Qur’an. Dan akan dijelaskan lebih rinci pada bab berikutnya. 






BAB II
 PEMBAHASAN


A.      Pengertian Mukjizat
            Kata mukjizat terambil dari kata bahasa Arab  اَعْجَزَ )a’jaza( yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelaku (yang melemahkan ) dinamai mu’jiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkap lawan maka ia dinamakan mu’jizat.[1]
I’jaz (Kemukjizatan) adalah menetapkan kelemahan. Kelemahan menurut pengertian umum ialah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari kemampuan. Apabila kemukjizatan telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mu’jiz (sesuatu yang melemahkan). Yang dimaksud dengan I’jaz dalam pembicaraan ini adalah menampakkan kebenaran Nabi  dalam pengakuannya sebagai seorang  Rasul  dengan menampakkan  kelemahan orang Arab untuk menghadapi mu’jizatnya yang abadi yaitu Al-Qur’an.[2]
Sementara pakar agama Islam mendefinisikan mukjizat adalah sesuatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi. Sebagai bukti kenabiannya yang ditantang kepada orang-orang yang ragu untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu.
Kemampuan para Nabi dan Rasul dalam memperlihatkan mukjizat ini tidak terjadi setiap saat. Mereka hidup sehari-hari tunduk  pada hukum alam benda, makan, minum, istirahat,  gembira dan sebagainya sebagaimana lumrahnya manusia. Namun pada saat-saat tertentu kemampuan ini muncul dengan izin Allah.
Jadi mukjizat adalah suatu kelebihan yang diberikan Allah kepada Rasulnya sebagai bukti pegangan atas kenabian untuk menghadapi setiap permasalahan yang dihadapi oleh kaumnya atau bagi orang yang ragu.

B.       Syarat-syarat  mukjizat
Adapun syarat-syarat mukjizat  sebagai berikut:
1.        Hal atau peristiwa yang luar biasa.
     Hal-hal yang sering terjadi seperti peristiwa-peristiwa alam walaupun menakjubkan kejadiannya tidak  dikatakan mukjizat, karena  kejadian tersebut sering terjadi dan dipengaruhi oleh sebab akibat. 

2.        Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku nabi.
Tidak mustahil terjadi hal-hal di luar kebiasaan pada diri siapapun. Namun apabila bukan dari seoranga yang mengaku nabi, maka ia tidak dinamai mukjizat. Boleh jadi sesuatu yang luar biasa tampak pada diri seorang yang kelak bakal  menjadi nabi, inipun tidak dinamai mukjizat tetapi irhas.

3.        Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian
       Tentu saja tantang ini harus berbarengan dengan pengakuannya sebagai nabi, bukan  sebelum atau sesudahnya. Di sisi lain, tantangan tersebut harus pula sejalan dengan ucapan sang nabi.

4.        Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.
Bila yang ditantang berhasil melakukan hal serupa, maka ini berarti bahwa pengakuan sang penantang tidak terbukti. Perlu digarisbawahi di sini bahwa kandungan tantangan harus benar-benar dipahami oleh yang ditantang. Bahkan untuk lebih membuktikan kegagalan mereka, biasanya aspek kemukjizatan masing-masing nabi adalah hal-hal yang sesuai dengan bidang keahlian umatnya.[3]
C.    Tujuan dan peranan mukjizat
Tujuan mukjizat adalah untuk melemahkan orang yang menantang kenabian dan juga berperanan sebagai bukti kebenaran para nabi. Keluarbiasaan yang tampak atau terjadi melalui mereka itu diibaratkan  sebagai ucapan Tuhan: “apa yang dinyatakan sang nabi adalah benar. Dia adalah utusanKu dan buktinya adalah Aku melakukan mukjizat itu” [4]
Walaupun dilihat dari segi pengertian bahasa bahwa mukjizat itu  melemahkan orang yang menantang kenabian, namun di sisi lain  mukjizat itu dinampakkan oleh Allah melalui para nabi pilihan-Nya untuk membuktikan kebenaran ajaran ketuhanan yang bawa oleh masing-masing nabi terhadap umatnya.

D.    Pembagian mukjizat
Mukjizat yang diberikan Allah kepada Rasul-rasulNya  sangat tergantung pada tantangan yang mereka hadapi dalam menyiarkan risalah Allah kepada kaumnya. Setiap Rasul disamping diberikan wahyu mereka juga dibekali kekuatan dengan hal-hal luar biasa yang dapat menegakkan hujjah atas manusia sehingga mereka mengakui kelemahannya serta tunduk dan taat kepadaNya.
Menurut M. Quraisy Shihab, mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu:
1.      Mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal selamanya.
Mukjizat nabi-nabi terdahulu kesemuanya merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan  atau dijangkau langsung lewat indra oleh masyarakat tempat nabi tersebut menyampaikan risalahnya.  Mukjizat yang bersifat material ini berakhir  dengan wafatnya masing-masing nabi. Contohnya: Perahu nabi Nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan  dalam situasi ombak dan gelombang yang maha dahsyat.


2.      Mukjizat yang bersifat logis serta dapat dibuktikan sepanjang masa.[5]
Mukjizat jenis kedua hanya dapat dipahami  dengan akal, karena sifatnya yang demikian, ia tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Al-Qura’an merupakan  mukjizat yang bersifat logis dan dapat dijangkau oleh setiap orang yang mempergunakan akalnya dimana dan kapanpun.
Kebanyakan mukjizat rasul-rasul terdahulu adalah bersifat hissiyyah (indrawi), karena kondisi umat Islam saat itu belum mencapai ketinggian dalam bidang pengetahuan dan pemikiran. Mu'jizat pada masa nabi Muhammad disaat kejayaan ilmu pengetahuan hingga hari kiamat adalah bersifat aqliyah (rasional).

E.    Mukjizat bi al-sharfah
Mukjizat bi al-sharfah adalah kemukjizatan  Al-Qur’an yang pahami oleh sebahagian orang (tokoh) yang berasal dari golongan Muktazilah dan Syi’ah dengan memalingkan pengertian mukjizat Al-Qur’an. Mereka berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Qur’an itu bukan datang Al-Qur’an itu sendiri melainkan Allah yang melemahkan kamampuan orang yang hendak menantang Al-Qur’an itu.
Abu Ishaq Ibrahim an-Nizam dan pengikutnya dari kaum Syi’ah seperti al-Murtada berpendapat, kemukjizat Al-Qur’an adalah dengan cara sirfah (pemalingan). Arti sirfah  dalam pandangan Nizam ialah bahwa Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menantang Al-Qur’an, padahal sebenarnya mereka mampu menghadapinya. Maka pemalingang inilah yang luar biasa (mukjizat). Sedangkan sirfah menurut pandangan Murtada ialah, bahwa Allah telah mencabut dari mereka ilmu-ilmu yang diperlu untuk menghadapi Al-Qur’an agar mereka tidak mampu  membuat seperti Al-Qur’an.[6]
Pendapat di atas mengenai sirfah ditolak oleh Al-Qur’an  sebagai berikut:

قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيراً {الاسراء: ٨٨}
Artinya:
Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) al-Quran ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.” (Q.S. Al-Isra [17]: 88)
Dari penolakan firman Allah di atas dapat dipahami bahwa, kemukjizat Al-Qur’an itu benar-benar datang dari zat Al-Qur’an itu sendiri, bukan disebabkan dari yang lainnya.    

F.     Sisi kemukjizat Alqur’an

1.      Gaya bahasa
Al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya, sehingga membuat kagum bukan saja orang-orang mukmin, tetapi juga orang-orang kafir. Berbagai riwayat  menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik sering secara sembunyi-sembunyi  berupaya mendengar ayat-ayat Al-Qur’an  yang dibaca oleh kaum muslim. Kaum muslimin  di samping mengagumi keindahan bahasa Al-Qur’an, juga mengagumi kandungannya serta meyakini  bahwa ayat-ayat  Al-Qur’an adalah petunjuk kebahagian dunia dan akhirat.[7]

2.      Susunan kalimat
Susunan kalimat demi kalimat dalam Al-Qur’an jauh lebih tinggi, bagus  kualitas dibandingkan dengan hasil karya-karya penyair dan sastrawa  yang lain. Al-Qur’an muncul dengan uslub yang begitu indah dan mengagumkan bagi orang yang membacanya.
Dalam AL-Qur’an, misalnya banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaana) yang disusun dalam bentuk sangat indah lagi mempesona, jauh lebih indah dari pada apa yang dibuat oleh para penyair dan sastrawan. Dapat dilihat pada salah satu contoh  dalam surat Al Qari’ah [110] ayat 5 Allah berfirman:
   وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنفُوشِ  {القارعة: ٥}
Artinya:  “Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang di hambur-hamburkan.” (Q.S. Al-Qari’ah [110]: 5)
Bulu yang dihambur-hamburkan sebagai gambaran dari gunung-gungung yang telah hancur lembur berserakan bagian-bagiannya. Kadangkala Al-Qur’an mengarah untuk menyatakan bahwa kedua unsur tasybih, yakni musyabbah (yang diserupakan dan musyabbah bih (yang diserupakan dengannya) itu mempunyai sifat indrawi yang sama. [8]

3.      Hukum ilahi yang sempurna
Al-Qur’an merupakan kitab yang mengandung aturan-aturan pokok yang disampaikan kepada umat manusia berupa akidah, akhlak, muamalah, undang-undang politik, sosial, dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah.
Apabila pokok-pokok ibadah  wajib diperhatikan, akan diperoleh kenyataan bahwa Islam telah memperluaskan dan  menganekaragamkannya serta meramunya menjadi ibadah maliyah, seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa ibadah amaliyah sekaligus ibadah badaniyah seperti berjuang di jalan Allah.
Tentang akidah, Al-Qur’an mengajak umat manusia pada akidah yang  suci dan tinggi, yakin beriman kepada Allah yang maha Agung; menyatakan adanya nabi dan rasul serta memercayai semua kitab samawi.
Dalam bidang undang-undang, Al-Qur’an telah menetapkan tentang kaedah-kaedah mengenai perdata, pidana politik, dan ekonomi. Mengenai hukum international, Al-Qur’an telah menetapkan dasar-dasarnya yang paling sempurna dan adil, baik dalam keadaan damai maupun perang.[9]
    
4.      Ketelitian redaksi
Al-Qur’an juga mempunyai  ketelitian dalam redaksinya, Yaitu:
a.       Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Salah satu contoh: “Al-Hayah” (hidup) dan “Al-Maut”  (mati), masing-masing sebanyak 145 kali. Dan lain-lain.
b.      Keseimbangan  jumlah bilangan kata sinonimnya/makna yang dikandungnya. Salah satu contohnya: “Al-harts” dan “Az-zira’ah” (membajak/bertani), masing-masing 14 kali.
c.       Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukan kepada akibatnya. Contonyah: “Al-Infaq” (infaq) dan “Ar-Ridha” (kerelaan), masing-masing 73 kali.
d.      Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya. Contohnya: “Al-Israf” (pemborosan) dan “As-Sur’ah” (ketergesaan), masing-masing 23 kali

5.      Berita tentang hal-hal yan gaib
Kemukjizat Al-Qur’an terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal gaib yang akan datang yang tak dapat diketahui kecuali dengan wahyu, dan pada  pemberitaannya  tentang hal-hal yang sudah terjadi sejak penciptaan makhluk, yang tidak mungkin dapat diterangkan oleh seorang ummy yang tidak pernah berhubungan dengan ahli kitab.[10]
Salah satu contoh berita-berita gaib yang ada dalam Al-Qur’an adalah berita Fir’un, yang mengejar Nabi Musa yang pernah diceritakan dalam surat Yunus ayat 92:

  فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ  {يونس: ٩٢}

Artinya:
“Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu  agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, tetapi kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami.” (Q. S. Yunus [10]: 92)
Pada ayat itu ditegaskan bahwa badan Fir’un akan diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran generasi bagi berikutnya. Tidak seorang pun mengetahui hal tersebut, karena telah terjadi  sekitar 1.200 S. M. Pada awal abad ke-19, tepatnya tahun 1898, ahli purbakala Loret menemukan di lembah raja-raja Luxor Mesir, satu mumi  yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir’un yang bernama Muniftah dan yang pernah mengejar Nabi Musa a.s. Selain itu pada tanggal 8 Juli 1908, Eliot Smith mendapat izin dari pemerintah untuk membuka pembalut-pembalut Fir’un tersebut. Apa yang ditemukan adalah salah satu jasad utuh, seperti yang diberitakan oleh Al-Qur’an melalui Nabi yang ummi (tidak pandai membaca membaca dan menulis). [11]
6.      Isyarat-isyarat ilmiah
Di dalam Al-Qur’an banyak ditemukan kalimat-kalimat  yang menunjukan isyarat-isyarat keilmiahan, sebagai contoh   yang terdapat berikut ini:

a.       Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan, sebagaiman yang dijelaskan firman Allah:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاء وَالْقَمَرَ نُوراً وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُواْ عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللّهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ  {يونس: ٥}
Artinya:
Dia-lah yang Menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dia-lah yang Menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia Menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
(Q.S. Yunus [10]: 5).

b.      Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan nafas. Hal itu diisyaratkan oleh firman Allah:
فَمَن يُرِدِ اللّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلاَمِ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقاً حَرَجاً كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاء كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ         {الانعام: ١٢٥}
Artinya:
Barangsiapa Dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan Membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa Dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia Jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah Menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.
(Q.S. Al-An’am [6]: 125)

c.       Perbedaan sidik jari manusia, sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah:
بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَن نُّسَوِّيَ بَنَانَهُ  {القيامة: ٤}-
Artinya:
“(Bahkan) Kami mampu Menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.” (Q.S. Al-Qiyamah [75]: 4)
d.      Aroma/bau manusia berbada-beda, sebagaimana diisyaratkan firman Allah:
وَلَمَّا فَصَلَتِ الْعِيرُ قَالَ أَبُوهُمْ إِنِّي لَأَجِدُ رِيحَ يُوسُفَ لَوْلاَ أَن تُفَنِّدُونِ {يوسف:٩٤ }
Artinya:
“Dan ketika kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir), ayah mereka berkata, “Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).” (Q.S. Yusuf [12]: 94).
e.       Masa menyusui ideal dan masa kehamilan kehamilan minimal, sebagaimana diisyaratkan firman Allah:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ –{البقرة: ٢٣٣ }
Artinya:
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka...” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 233).
f.       Adanya nurani (superego) dan bawah sadar manusia, sebagaimana diisyaratkan firman Allah:

بَلِ الْإِنسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ - وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ
{القيامة:١٤ -١٥ }-
Artinya:
“Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri,
dan meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.”
(Q.S. Al-Qiyamah [75]: 14-15)
g.      Yang merasakan nyeri adalah kulit:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَاراً كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُوداً غَيْرَهَا لِيَذُوقُواْ الْعَذَابَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَزِيزاً حَكِيماً –{النساء:٥٦ }-
Artinya:
“Sungguh, orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami Masukkan ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami Ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”  (Q.S An-Nisa’ [4]: 56)




 

BAB III
KESIMPULAN

            Mukjizat adalah suatu keistimewaan atau keluarbiasaan yang dapat mengalahkan dan menghadapi setiap bentuk tantangan yang dihadapkan padanya serta bukti kebenaran dari ajaran-ajaran nabi terdahulu sampai Nabi Muhammad.
            Mu'jizat dapat dibagi menjadi dua bagian, pertama mu'jizat hissiyah (indrawi) yaitu mu'jizat para nabi terdahulu sebelum nabi Muhammad, yang hanya berlaku dengan masa dan zaman ketika mereka ada. Kedua mu'jizat aqliyah (rasional dapat dibuktikan oleh akal sesuai dengan perkembangan  masa yaitu Al-Qur'an.
Kemukjizat Al-Qur’an dapat dilihat dari sisi gaya bahasa, susunan kalimat, kesempurnaan hukum ilahi, ketelitian redaksi, juga ada berita-berita yang  gaib yang diinformasikan, dan  terdapat syarat-syarat ilmiah yang tidak habis dikaji sepanjang masa. Kesemuanya sisi rangkaian kemukjizatan itu merupakan satu kesatuan yang menambahkan   kesempurnaan  Al-Qur’an.










DAFTAR PUSTAKA

Manna Khalil al-Qaththan, Pembahasan ilmu Al-Qur'an 2, Jakarta: Rieneka   Cipta,1995
M.Quraish Shihab, Mu'jizat Al-Qur'an ditinjau aspek kebahasaan isyarah ilmiah dan gaib, cet.IV, Bandung: Mizan, 1998.
---------------------, Membumikan Alqur’an, bandung, Mizan, 1992
Rosihan Anwar, Ulumul Al-Qur’an, Bandung, Pustaka Setia, 2012.
Muhammad Kamil Abdushshamad, Mukjizat Ilmiah dalam Al-Qur’an, Akbar, 2003.
M.Ali Ash-Shabuni, Studi Ilmu Al-Qur'an, Bandung: Pustaka Setia, 1999
 

[1] M.Quraish S, Mu'jizat al-Qur'an  ditinjau aspek kebahasan isyarah ilmiah dan gaib  (Bandung: Mizan, 1998), hal. 23
[2] Manna  K Q, Studi ilmu-ilmu al-Qur'an, (Jakarta: K1, 2002), hal. 371

[3] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, bandung, mizan, 2006, Hal. 24-25
[4] M.Quraish S, Mu'jizat…,Hal. 33
[5] M.Quraish S, Mu'jizat…,hal.35
[6] Manna K. Q. Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Hal. 375
[7] Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Mizan,1992, Hal. 23
[8] Rosihan Anwar, Ulum Alqur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2012, Hal. 149
[9] Rosihan...Hal. 195
[10] Manna K. Q. Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Hal. 376
[11] Quraish Shihab, Membumikan...Hal. 31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar